Tugas Ekonomi Koprasi
Herlambang Ega Prasetya
23212428/2EB02
MEMBANGUN KOPERASI, MEMBANGUN NEGERI
oleh
Bangun Surartono *)
Berbicara mengenai koperasi di
Indonesia
tentu kita tidak bisa lepas dari politik ekonomi yang mempengaruhinya.
Oleh karena itu, membicarakan pembangunan ekonomi bangsa, akan terasa
sulit ketika kita melepaskan sisi historis politik perekonomian negeri
yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 ini. Dengan mengkaji
aspek politik ekonomi pada saat itu, maka diharapkan kita bisa menemukan
benang merah permasalahan ekonomi bangsa kita di era sekarang. Ketika
melihat konteks sejarah ekonomipolitik kita, tentu tidak terlepas pula
dengan kajian kita tentang masa perjuangan melawan imperialisme dan
kolonialisme pada waktu itu. Menurut pemikiran Bung Hatta bahwa
kedaulatan negara didasarkan kepada kedaulatan rakyat, itulah sebabnya
kedua hal pokok ini tak bisa dipisahkan. Pada tahun 1934, Bung Hatta
sebagai salah seorang pendiri Republik Indonesia menulis "Ekonomi Rakyat
dalam Bahaya". Tulisan Bung Hatta ini telah menjadi dasar konsep
ekonomi kerakyatan sebagai tandingan untuk mengenyahkan sistem ekonomi
kolonialBelanda yang didukung!dibantu oleh kaum aristokrat dalam sistem
feodalisme di dalam negeri dan pihak-pihak swasta asing tertelllU
sebagai komprador pihak kolonial Belanda. Peran~ Jalam melawan
kapitalisme sudah berawal sejak era sebelum kemerdekaan. Ketika itu
perlawanan masih bersifat kedaerahan, belum bersifat nasional. Ini
berawal ketika VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), kompeni dagang
Indonesia timur, 1602-1199] telah tampil sebagai kekuatan monopoli
dagang atas beberapa hasil bumi nusantara. Dan setelah VOC bangkrut,
pada 1799, kekuasaannya pada 1800 diserahkan pada pemerintah Belanda.
Sampai pada 1910 pemerintah belanda telah meluaskan kekuasaannya atas
hampir seluruh nusantara. Usaha untuk mengenyahkan sistem kolonial ini
adalah landasan utama perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Orang
yang memahami sejarah ekonomi Indonesia harus mengetahui bahwa'
penjajahan Belanda di lndonesia di bidang ekonomi berintikan modal
kolonial (koloniaal-kapitaal) yang bermula dari kolonialisme VOC dan
cultuurstelsel, pelaksanaan Undang-Undang Agraria 1870 sampai
beroperasinya investasi swasta asing lainnya dari benua Barat (Hatta,
1931). Perjuangan melawan penjajahan merupakan bagian dari perlawanan
rakyat Indonesia terhadap penindasan ekonomi dan penghisapan terhadap
faktor-faktor produksl kaum pribumi.
Meminjam istilah yang dipakai Proklamator R.I, Ir. Soekarno
"Kemerdekaan berarti mengakhiri untuk selama-Iamanya penghisapan bangsa
oleh bangsa lain, baik yang tak langsung maupun yang langsung". Oleh
karena itu, bagian dari perjuangan kemerdekaan yang sepertinya masih
relevan sampai sekarang adalah mengakhiri penghisapan ekonomi kita.
Lebih lanjut lagi Ir. Soekarno berbicara tentang cita-cita nasional kita
setelah merdeka adalah sebagai berikut : "Cita -cita kita dengan
keadilan sosial ialah satu masyarakat yang adil dan makmur dengan
menggunakan alat-alat industri, dengan alat-alat tehnologi
modem.
Asal tidak dikuasai sistem kapitalisme". Oleh karena itu, kapitalisme
menjadi musuh besar yang telah menjajah kita dengan menggunakan metode
dan format baru yang dulu tanpa melalui campur tangan negara, akan
tetapi di era saat ini negara dirasa perlu untuk memperlancar prosesi
penghisapan ini yang lebih dikenal dengan sebutan
neo liberalism.
Pada masa setelah kemerdekaan Ir. Soekarno dengan gigih memperjuangkan
kemerdekaan dan kedaulatan ekonomi kita dari penghisapan asing. Pada
awal kemerdekaan walaupun kemerdekaan baru diakui secara resmi oleh
masyarakat internasional, akan tetapi proposal utang luar negeri sudah
diajukan sejak tahun 1947. Bahkan di tingkat wacana, diskusi tentang
arti penting utang luar negeri berlangsung sejak November 1945. Yang
mencengangkan, pengakuan kemerdekaan Indonesia harus dibayar dengan
pengakuan utang Indonesia kepada negeri Hindia Belanda. Sehingga pada
tahun 1950, pemerintah memiliki dua utang luar negeri pertama warisan
Hindia Belanda sebanyak US $ 4,3 miliar dan utang baru US $ 3,8 miliar.
Setelah itu, utang luar negeri baru terus mengalir. Kemudian, kondisi
politik yang mempengaruhi ekonomi Indonesia pada waktu itu adalah
peristiwa konfrontasi indonesia dengan Malaysia pada tahun 1964, yang
kemudian Ir. Soekarno menasionalisasi perusahaan-perusahaan Inggris, ini
adalah proses nasionalisasi kedua setelah perusahaan-perusahaan Belanda
dinasionalisasi tahun 1956.
Laksanakan Ekonomi Konstitusi
Kalau kita cermati, permasalahan kedaulatan ekonomi kita sebenarnya
telah terproses dari jaman kolonial. Cita-cita Mohammad Hatta dalam
konsepsinya tentang koperasi sampai saat ini belum tercapai. la
mengatakan : "cita-cita koperasi adalah menentang individualisme dan
kapitalisme secara fundamental", Untuk menuju kedaulatan ekonorni
bangsa, tiada lain bangsa lndonesia harus melaksanakan ekonomi yang
diatur oleh konstitusi kita. Konstitusi Bangsa Indonesia (UUD 1945)
dengan tegas menyatakan, bahwa "Perekonomian disusun sebaqai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Bung Hatta sebagai sang
perumus pasal tersebut mengatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia
didasarkan pada asas: Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh
semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi.
Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the
third way, atau "jalan ketiga", istilah yang akhir-akhir ini
dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai
"jalan tengah" antara kapitalisme dan sosialisme. Bagi Bung Hatta,
Koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam
masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga
self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa
mengendalikan pasar. Karena itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem
pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan
sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota,
walaupun dengan maksud untuk menarik mereka menjadi anggota Koperasi,
setelah merasakan manfaat berhubungan dengan Koperasi. Dengan cara
itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis
yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas
(kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja sama atau
Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri. Dewasa
ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah Koperasi
yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua,
adalah Koperasi yang dibiarkan berkembang mengikuti pasar oleh
masyarakat sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik
negara merupakan usaha skala besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha
kecil, walaupun jika telah bergabung dalam Koperasi menjadi badan usaha
skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik di Eropa Barat,
Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha kecil dan
konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi wadah
perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.
Menurut data Internastional Co-operative Alliance (lCA), pada tahun
2009 koperasi se-dunia beranggotakan 1 miliar orang lebih, dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan 3 miliar penduduk dunia
atau setengah populasi planet bumi terjamin kesejahteraannya oleh
koperasi. Karenanya, PBB telah menetapkan Tahun 2012 sebagai Tahun
Koperasi Dunia (The International Year of Co-operative) dengan tema:
"Bangun Dunia Yang Lebih Baik dengan Koperasi".
Untuk membangun negeri, diperlukan adanya prasyarat kesejahteraan
ekonomi. Sedangkan untuk mensejahterakan ekonomi rakyat Indonesia, Bapak
Koperasi kita Bung Hatta, menganjurkan didirikannya tiga macam
Koperasi. Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani
kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang
merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga,
adalah Koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil
guna memenuhi kebutuhan modal.
Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan
koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran
hasil. Karena tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang
sebesarbesarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah
partisipasi pelaku ekonomi skala keci!. Tapi, ini tidak berarti, bahwa
Koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa pula
membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari
anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi
sekunder.
Pasang-surut Koperasi di Indonesia
Dalam perkembangannya, koperasi di Indonesia mengalami pasang dan
surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun perlu direnungkan: Mengapa
jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang
menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan
BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke
persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa
Koperasi sulit berkembang di tengah "habitat" alam Indonesia? Padahal,
upaya pemerintah untuk "memberdayakan" Koperasi seolah tidak pernah
habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan. Berbagai paket
program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit
Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar
ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan
(KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga "paket
program" dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk
memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. DEKOPIN bersama
Kementerian Koperasi dan UKM bertekad untuk mengubah stigma koperasi
yang masih melekat sebagai ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang per!u
dikasihani, pelaku bisnis "pupuk bawang", pelaku bisnis tak profesional,
s'ahlngga dapat menjadi pelaku ekonomi nasional yang dominan. Masalah
tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan
dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan,
dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir
yang menciptakan demikian. Singkatnya, pemikiran kita dipolakan, bahwa
koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan
besar, untuk kalangan Usaha Swasta. Di sinilah terjadinya penciptaan
paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi
terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil
yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah "badan
usaha", juga "perkumpulan orang" termasuk yang "berwatak sosial".
Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni "organisasi sosial yang
berbisnis" atau "Iembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial."
Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan
memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa
bisnis berskala besar menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek
ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial, omzet mereka mencapai
milyaran rupiah setiap bulan. Namun demikian seperti dikatakan Bung
Hatta: walaupun usahanya besar, koperasi yang belum bisa mensejahterakan
anggotanya berarti bukan koperasi yang sesungguhnya, sebab. koperasi
adalah untuk kepentingan anggota.
Problematika ekonomi kita dan kedaulatan bangsa kita, akan bisa kita
atasi ketika kita menggunakan sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi
masyarakat kita dan yang berdasarkan UUD 45, dengan badan usaha koperasi
ujudnya. Masalahnya, hingga saat ini masih diberlakukan asas
individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang
dipelihara oleh Wetboek van Koophandel (KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945
memiliki Aturan Peralihan, yang menegaskan bahwa sistem hukum kolonial
berdasar KUH Perdata, KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara
temporer, yaitu berkedudukan sebagai "sementara sebelum diadakan yang
baru menurut UUD 1945", artinya dalam posisi "peralihan". Namun demikian
pertanyaan, sampai kapan system ekonomi colonial digantikan dengan
system ekonomi berdasarkan UUD 1945???
Foto: Ilustrasi, sumber mbah google